Thursday, June 25, 2015

Tentang Zakat Profesi, THR, Bonus

Tadi siang sempat berdiskusi dengan beberapa teman melalui grup WhatsApp tentang zakat. Yang menjadi tema adalah zakat profesi, zakat THR ataupun zakat untuk penghasilan lain misalnya bonus. Saya menaggapi sesuai yang saya pahami (hasil baca dan pengajian) dan juga dengan beberapa sumber misalnya dari PKPU Makassar serta beberapa link terkait hasil googling. :)Zakat Profesi itu sendiri adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta. (1)


Referensi dari Al Qur'an mengenai hal ini dapat ditemui pada surat Al Baqarah ayat 267:
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji"

Zakat profesi ini adalah turunan dari zakat harta, bisa dilihat dari gambar berikut ini (sumber dari brosur PKPU Makassar),
Untuk haul (waktu pengeluaran) dan nishab (besarnya yang dikeluarkan) sangat jelas juga dari tabel PKPU pada gambar di atas. Tapi beberapa pendapat ulama berikut bisa menjadi tambahan pengetahuan kita.
  1. Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat
  2. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
  3. Pendapat ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen. (haul:lama pengendapan harta)
Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp 6500/kg maka nisab zakat profesi adalah 520 dikalikan 6500 menjadi sebesar Rp 3.380.000. Namun mesti diperhatikan bahwa karena rujukannya pada zakat hasil pertanian yang dengan frekuensi panen sekali dalam setahun, maka pendapatan yang dibandingkan dengan nisab tersebut adalah pendapatan selama setahun atau setiap menerima gaji/pendapatan misalnya perbulan.



Dan pertanyaan yang timbul kemudian (lihat percakapan WA di atas), apakah yang dikeluarkan adalah dari pendapatan kotor atau dari pendapatan bersih. Disini ada 2 pendapat juga dan kemudian Dr. Yusuf Al-Qaradawi mencoba mempertemukan kedua pendapat yang agak berbeda. Jalan tengah yang beliau tawarkan adalah memisahkan antara mereka yang memiliki pendapatan tinggi dengan yang pendapatannya rendah. Beliau mengatakan bahwa bagi kalangan yang pendapatannya sangat tinggi maka sebaiknya menggunakan metode yang pertama dalam mengeluarkan zakat. Yaitu memotong 2,5 % dari pemasukan kotornya sebelum digunakan untuk kepentingan dirinya. Dan kelihatannya pendapat beliau ini realitis.

Sedangkan mereka yang terhitung pas-pasan penghasilannya sedangkan tanggungan hidupnya cukup besar, maka disarankan menggunakan metode yang kedua, yaitu dengan mengeluarkan terlebih dahulu semua daftar kebutuhan pokoknya termasuk hutang-hutangnya. Setelah itu barulah dari sisanya dikeluarkan 2,5 % untuk zakatnya. Karena bila harus dikeluarkan dari pemasukan kotor, jelas akan sangat memberatkannya. Buat Anda sendiri, Anda bisa meminta fatwa kepada hati nurani Anda. Termasuk kelompok yang manakah diri Anda saat ini ? (2)

Lalu bagaimana dengan THR, bonus, pendapatan lain ? Ya sama dengan zakat profesi. Akan dikeluarkan begitu diterima asalkan nishabnya terpenuhi. 

Menurut Prof.Dr.KH.Didin Hafidhuddin M.Sc, bonus yang diterima tiap bulan dari hasil kerja, meski jumlahnya tidak tetap, dapat digabungkan dengan gaji atau dihitung terpisah sepanjang mencapai nishab dalam hitungan rata-rata, kemudian dizakati 2,5 % pada saat menerima. Demikian pula THR sebagai pendapatan di luar gaji, sebaiknya dikeluarkan zakatnya 2,5 % jika saudara menginginkan setiap pendapatan yang halal dibersihkan dengan mengeluarkan zakat sesuai ketentuan agama. (3)

Sudah ada yang terima THR ? Gaji 13 ? Atau bonus lainnya ? Jangan lupa zakat. Dan jika belum terpenuhi nishabnya maka tetap bisa berinfaq atau sedekah. 

Referensi,
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_Profesi
2. http://www.syariahonline.com/v2/zakat/3044-zakat-dari-pendapatan-kotor-atau-bersih.html
3. http://pusat.baznas.go.id/konsultasi-zakat/bonus-dan-thr-dalam-ketentuan-zakat/

2 comments:

Dani Wahyu said...

Thanks infonya. Oiya bicara bonus, banyak loh orang memakai bonus untuk foya-foya. Padahal, bonus yang didapat bisa dipakai untuk hal-hal yang lebih bermanfaat, bahkan menambah penghasilan. Yuk, cek selengkapnya di sini: Tips manfaatkan bonus akhir tahun

Mujaitun Tukiman said...

Artikel yang bagus https://www.cekaja.com/info/cara-mengatur-dana-darurat-saat-new-normal

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...